Kamis, 19 November 2015

Jalur Rempah



Orang mengenal jalur perdagangan dari Timur ke Barat dengan sebutan Jalur Sutera (Silk Road). Padahal sesungguhnya yang paling banyak diperdagangkan adalah  pala, lada, cengkih, kayumanis, cendana, kapur barus, kemenyan, sereh, lengkuas, kunyit, dan sebagainya. Indonesia sejak dulu sampai kini memiliki keanekaragaman tumbuhan terbanyak di dunia, terutama jenis rempah. 

Pada sebuah katalog dagang abad ke-14 yang ditulis saudagar dari Florence, Francesco Balducci Pegolotti, dicantumkan lebih dari 183 jenis tanaman, di antaranya adalah cendana, kayumanis, dan kapur barus. Yang paling menarik bangsa Eropa untuk datang ke Indonesia sampai abad ke-18 adalah cengkeh dan pala, termasuk bunganya, yang dinilai lebih tinggi dari emas. Cengkih hanya terdapat di pulau-pulau kecil di barat Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan. 

Sementara pala hanya tumbuh di pulau Banda. Tanaman asli Maluku ini paling laku di Eropa pada abad ke-17 karena memiliki khasiat obat dan menjadi penyedap masakan. Bunga pala mengandung minyak atsiri. Usia tanaman pala bisa mencapai ratusan tahun dengan tinggi mencapai 20 meter.

Orang Belanda bernama Jan Pieterzoon Coen membantai orang-orang Banda demi menguasai bumi penghasil pala. Francisco Serao dari Portugis berhasil mencapai Hitu (Ambon Utara) pada 1512 untuk mendapatkan cengkih dan pala. Para pedagang bangsa Gujarat (India) menukar kain patola mereka dengan rempah-rempah dari Nusantara, seperti cengkih, pala, dan lada. Para penenun di Nusantara kemudian mengembangkan corak kain tenun  yang dipengaruhi corak pada patola, seperti trenun gringsing, kain cinde, dan batik jlamprang.

Lada banyak dibawa dari Bangka dan Belitung ke Cina melalui Banten dengan kapal-kapal. Banten adalah pelabuhan besar sebelum  tahun 1527. Juga terdapat kerajaan besar di Banten. Selain kerajaan Banten, di Nusantara juga terdapat kerajaan  besar lainnya seperti Majapahit, Sriwijaya, Kutai, Tarumanegara, Sailendra, Mataram Kuno, dan Kahuripan.
 
Perdagangan yang dilakukan kerajaan Majapahit sampai ke India, Kamboja, Siam (kini Thailand) dan Cina. Majapahit pada abad ke-14 menguasai beberapa pelabuhan, antara lain Surabaya, Tuban, dan Pasuruan. Hasil bumi yang melimpah dari pedalaman diangkut ke berbagai tempat untuk diperdagangkan. Mahapatih Gadjahmada dari kerajaan Majapahit menggagas pakta pertahanan bersama di antara kerajaan-kerajaan Nusantara untuk menghadapai ekspansi agresif bangsa Mongol. 

Sementara Sriwijaya menaklukkan kerajaan Melayu pada abad ke-tujuh sampai abad ke-delapan, menguasai beberapa pelabuhan di selat Malaka. Kapal-kapal dari Sriwijaya berdagang ke Tiongkok pada abad ke-tujuh. Di Sumatera terdapat beberapa bandar penting seperti Barus di pantai barat laut Sumatera, serta Jambi dan Palembang. Di bandar-bandar itu dilakukan perdagangan kapur barus, kayu cendana, cengkih, dan pala. 

Saudagar Arab, Ibn al Faqqih, mencatat pada 902 Masehi bahwa Barus adalah pelabuhan besar yang menjadi lalu lintas perdagangan cengkih, kapur barus, kayu cendana, dan pala. Sumber-sumber tulisan dalam bahasa Yunani, Syria, Tionghoa, dan lain-lain banyak menyebut pelabuhan Barus, tempat kamper (kapur barus) menjadi komoditi utama. 

Perdagangan rempah dari Maluku, Sulawesi, Kalimantan, Jawa, dan Sumatera sampai ke Eropa. Pada relief candi Borobudur dapat dilihat bagaimana bentuk perahu yang mengangkut hasil bumi itu. Bangsa Eropa datang ke Nusantara untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah, kekayaan alam kita yang tak ada di negeri mereka dan dinilai lebih mahal daripada emas.

Tidak ada komentar: